KARYA ILMIAH
DANA PUNIA
KERUKUNAN UMAT HINDU DI BALI
Oleh:
NAMA : NI PUTU RISKA OCTARIANI
NIM : C1114183
KELAS : IE
JURUSAN
S1 KEPERAWATAN
STIKES
BINA USADA BALI
2014
KATA
PENGANTAR
“Om
Swastyastu”
Asung Suweca Wara Nugraha, Puji dan
Syukur saya panjatkan ke Hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun paper ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam paper ini saya membahas ”Dana Punia
kerukunan umat hindu di bali” dalam kerukunan antar umat beragama hindu. Dalam
kesempatan kali ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen, teman, dan
keluarga yang telah memberikan arahan dan dukungan semangat kepada saya. Saya menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh
dari sempurna. Maka dari itu saya mengharapkan suatu saran yang bersifat
membangun. Semoga karya tulis yang sederhana ini mampu
memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.
“Om santih santih santih Om”
Dalung, 9 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3
Landasan Teori................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN MATERI
2.1 Penjelasan Dana
Punia......................................................................... 14
2.2 Hubungan Dana Punia
dengan Tat Twam Asi dan Tri Hita Karana.... 15
BAB
III PENUTUP
3.1 Simpulan Rumusan Masalah................................................................ 17
3.2 Saran..................................................................................................... 18
3.3 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dana
punia ini sangat identik dengan keagamaan dan kental dengan adat istiadat agama
hindu. Saya mengangkat judul seperti di atas karena pada hari sabtu tepatnya
hari raya saraswati, di satu sanggah gede , paman saya sendiri menjadi pemangku
atau biasa para pemedek memanggil beliau dengan sebutan jero mangku (jero
balian). Jadi secara tidak langsung semua anggota keluarga besar ngaturang dana
punia dengan tulus ikhlas, dana punia itu sendiri terjadi secara 6 bulan sekali
berturut-turut, secara tradisional telah dilaksanakan oleh umatnya melalui
kegiatan ritual keagamaan, praktek, dana punia selalu dikaitkan dengan adanya
tujuan yang kita inginkan adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur,
yang sejahtera lahir batin, yang searah dengan tujuan Agama Hindu yaitu
Jagathita dan moksa. Bahwa sebagai akibat dari derasnya pembangunan didasarkan
tumbuhnya kemampuan umat yang lebih tinggi dan di lain pihak timbullah berbagai
masalah yang perlu mendapat perhatian kita melalui dana punia itu. Memotivasi
umat Hindu untuk berdana punia terutama bagi yang mampu dan bersukarela, kemudian
secara berkoordinasi diarahkan untuk membantu kebutuhan suatu acara di pura (tempat
suci), adalah suatu hal yang sangat mulia untuk mewujudkan kerukunan, kesejahteraan
keseimbangan sosial itu. Pengamalan ajaran dana punia yang secara tradisional
dilaksanakan melalui ritual keagamaan dari kelembagaan adat, perlu diangkat ke
permukaan, kemudian diarahkan kepada sasaran yang lebih luas. Karena pentingnya
dana punia dan penanaman kebiasaan berdana punia agar umat manusia bisa saling
membantu kehidupan sesamanya. Sehingga tujuan dapat terwujud begitu juga dengan
tujuan agama. Dana punia disini bukan hanya dalam
bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk barang, makanan, ini terjadi di sanggah
gede saya sendiri antara satu keluarga bersukarela untuk menghaturkan dana
punia setiap enam bulan sekali misalnya berdana punia tedung, wastra, canang,
dupa, bunga, lawar, buah-buahan , minuman-minuman dan lain sebagainya. Dana
punia disini tidak bersifat memaksa, bahkan ini merupakan sikap kerukunan,
karena sebagai umat hindu , adanya saling berbagi dan saling membantu. Dari
keingintahuan saya tentang materi kerukunan agama hindu saya benar-benar
menggunakan dana punia sebagai bahan paper saya ini. Adapun juga dana punia
yang sering saya dijumpai di pura adalah dana punia berupa sesari atau berupa
uang dimasukkan ke dalam kotak yang cukup besar untuk dana punia yang tujuannya
untuk membentuk suatu pembangunan pura atau pelinggih tersebut , dalam tri hita
karana ini sangat ada kaitannya, karena berhubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, manusia dengan manusia, dan antara hubungan alam dengan manusia dimana
itu merupakan suatu kerukunan dan bentuk keseimbangan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
penjelasan dana punia ?
2. Apa hubungan dan punia dengan tat
twam asi dan tri hita karana?
1.3 Landasan
Teori
1.3.1 Oleh:
I Gusti N. M. Mulia Primanta (KMHD UI)
Dana punia dalam istilah Agama Hindu memiliki dua urat kata yang
terdiri dari Dana yang berarti Pemberian, dan Punia yang berarti
selamat, baik, bahagia, indah, dan suci. Dana Punia bisa diartikan
sebagai pemberian yang baik dan suci. Dana punia ini merupakan salah satu bentuk Yadnya, tepatnya
digolongkan ke dalam Manusa Yadnya dalam kaitannya dengan hubungan horizontal
antara sesama manusia. Dana punia biasanya identik dengan pemberian sesuatu dalam bentuk
uang kepada pihak lain karena memang seperti itu yang kita sering dengar atau
lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika bersembahyang di pura, kita
melihat ada kotak dana punia yang biasanya diisi dengan uang. Padahal sebenarnya makna
dari dana punia lebih dari itu. Pemberian kepada orang lain tidak hanya
uang saja tetapi juga bisa berupa ilmu pengetahuan, barang, pakaian, perhatian,
senyuman, pertolongan, jasa, dan lain-lain. Semuanya itu jika diberikan dengan
perasaan yang tulus ikhlas akan bermanfaat tidak hanya bagi orang lain tetapi
juga bagi diri sendiri. Dengan memberikan sesuatu kepada orang lain maka
pikiran dan hati kita akan lebih tenteram. Tubuh pun akan menjadi lebih sehat
dan jiwa menjadi damai. Penelitian menyebutkan bahwa aktivitas menghirup
(menerima) dan menghembuskan (memberi) nafaslah yang membuat tubuh kita sehat.
Apabila manusia hanya menarik nafas, pastilah akan terasa sakit. Di dalam
kitab Manawa Dharmasastra, I.85 disebutkan bahwa prioritas beragama di zaman Kerta
Yuga adalah bertapa, prioritas beragama
zaman Treta Yuga dalam Jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara Yadnya, sedangkan prioritas beragama dalam
zaman Kali Yuga adalah Dana Punia. Untuk itulah kita disarankan untuk
melakukan dana punia kepada siapa saja yang membutuhkan. Biasakanlah untuk
selalu memberikan dahulu sebelum menerima. Memberikan sesuatu tidak akan
mengurangi apa yang kita miliki, itu hanyalah bersifat sementara karena Tuhan
akan menggantinya dengan nilai yang jauh lebih besar daripada apa yang kita
beri. Begitupun ketika kita memberikan uang kepada pihak-pihak yang
membutuhkan, seperti fakir miskin di jalan, anak terlantar, pengamen, lembaga
donator, rumah sakit, dan lainnya maka percayalah uang itu akan kembali dengan
nilai yang lebih besar dari yang kita beri. Karena itu ada pepatah yang
mengatakan bahwa uang akan habis kalau dibelikan sesuatu tetapi uang tidak akan habis karena diberi. Prinsip memberi dan menerima ini tidak beda jauh dengan
Hukum Karma Phala yang kita kenal selama ini, atau prinsip Tabur-Tuai, yaitu
apa yang kita tabur maka itulah yang akan kita tuai atau Law of Attraction, yaitu
kebaikan akan menarik lebih banyak lagi kebaikan ke dalam diri kita dan
sebaliknya kejahatan akan menarik kejahatan. Ini sudah merupakan hukum alam
yang mengatur kehidupan manusia dan hampir bisa dikatakan bersifat absolut. Setelah membiasakan berdana punia, banyak dampak positif
dan keajaiban yang akan terjadi, tubuh menjadi lebih sehat, pikiran menjadi
tenang, dan lain sebagainya. Berdana punia hendaknya dilakukan dengan
perasaan yang tulus ikhlas agar pemberian kita menjadi lebih bernilai. Di dalam
Bhagavad Gita XVII.20 yang
berbunyi:
Daatavyam iti yad daanam
Diyate nupakaarine
Desa kala ca paatre ca
Tad
daanam saatvikam smrtam
Yang artinya adalah dana punia yang diberikan dengan tulus ikhlas dengan tidak
mengharapkan hasilnya diyakini sebagai kewajiban suci dan diberikan sesuai
dengan aturan setempat (desa), pada waktu yang tepat (kala), dan diberikan
kepada orang yang tepat (patra). Menumbuhkan kebiasaan baik dalam diri memang
tidak mudah. Namun, hal tersebut bisa dilakukan kalau kita mau memaksa diri
kita pada awalnya untuk melakukannya sampai hal tersebut menjadi kebiasaan.
Contoh yang paling mudah adalah kebiasaan bangun pagi. Bangun pagi merupakan
kebiasaan baik yang menurut para ahli diyakini dapat membuat tubuh lebih sehat
dan bugar. Namun tidak sedikit orang yang menjadikannya sebagai sebuah
kebiasaan karena berbagai alasan. Karena itu kita harus memaksa diri kita untuk
setiap hari menyalakan alarm supaya bangun tepat waktu hingga hal tersebut
menjadi sebuah kebiasaan dalam aktivitas kita sehari-hari. Begitu juga dengan
berdana punia, pada awalnya mungkin kita merasa tidak rela untuk memberikan apa
yang kita punya, baik itu tenaga, pikiran, uang, atau apapun itu. Namun jika
sudah terbiasa, maka kita akan menjadi ikhlas dengan
sendirinya. Demikianlah sekiranya sedikit gambaran mengenai dana punia, yang mana hal
tersebut memiliki manfaat tidak hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri
sendiri. Orang lain akan menjadi lebih tentram dan sejahtera, sedangkan kita menjadi
lebih tenang dan damai. Untuk itu marilah kita mulai berdana punia mulai hari
ini dengan memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang lain sesuai
kapasitas masing-masing. Bagi yang masih berstatus pelajar, bisa memberikan
ilmu kepada teman-temannya, bagi yang sudah bekerja bisa menyisihkan uangnya
untuk disumbangkan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar. Ingat, satu
pemberian kecil bisa berdampak besar buat orang lain. Jadi marilah kita
berusaha untuk melakukan minimal satu dana punia setiap hari dan jadikanlah hal
tersebut sebagai sebuah kebiasaan, lalu lihatlah keajaiban-keajaiban yang
terjadi dalam hidup masing-masing.
1.3.2 OLEH
NYOMAN SAMA, SE
Salah
satu ajaran agama Hindu yang harus dihayati dan diamalkan untuk tegaknya Dharma
adalah ajaran dana punia. Kata Dana Punia berarti pemberian dengan tulus
sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma. Pemberian tersebut dapat
berupa nasehat/wejangan atau petunjuk hidup, yang mampu mengubah kehidupan
seseorang menjadi lebih baik (Dharmadana). Bentuk lain dari pada dana punia
adalah berupa pendidikan (Vidyadana) dan berupa harta benda (Arthadana). Yang
pada dasarnya bertujuan untuk menolong atau menyelamatkan seseorang/masyarakat
dari kebodohan ataupun ketidakmampuan.
Yang
harus disadari adalah bahwa ajaran dana punia dilandasi oleh ajaran Tattwamasi,
yang memandang setiap orang seperti diri kita sendiri yang memerlukan
pertolongan, bantuan dan perlindungan untuk mewujudkan kebahagiaan hidup yang
sejati, seperti diamanatkan dalam kitab suci weda “vasudhaivakutumbakam” semua
makhluk adalah bersaudara.
Ajaran dana punia ini mempunyai peranan yang penting dan harus menjadi kenyataan untuk dilaksanakan sebagai salah satu wujud dari Dharma. Seperti diamanatkan dalam ajaran Wrhaspati Tattwa 26; yakni : Sila (tingkah laku yang baik); Yajna (pengorbanan); Tapa (pengendalian diri); Dana (pemberian); Prawrjya (menambah ilmu pengetahuan suci); Diksa (penyucian diri/dwi-jati); Yoga (menghubungkan diri dengan Tuhan). Setiap umat Hindu hendaknya dapat mengamalkan ajaran Dharma (agama) tersebut dengan sebaik-baiknya.
Ajaran dana punia ini mempunyai peranan yang penting dan harus menjadi kenyataan untuk dilaksanakan sebagai salah satu wujud dari Dharma. Seperti diamanatkan dalam ajaran Wrhaspati Tattwa 26; yakni : Sila (tingkah laku yang baik); Yajna (pengorbanan); Tapa (pengendalian diri); Dana (pemberian); Prawrjya (menambah ilmu pengetahuan suci); Diksa (penyucian diri/dwi-jati); Yoga (menghubungkan diri dengan Tuhan). Setiap umat Hindu hendaknya dapat mengamalkan ajaran Dharma (agama) tersebut dengan sebaik-baiknya.
Tujuan
pokok dari ajaran dana punia adalah untuk menumbuh kembangkan sikap mental yang
tulus pada diri pribadi umat manusia dalam melaksanakan ajaran Wairagya yaitu
ajaran ketidak terikatan (keikhlasan) pada diri seseorang. Sedangkan tujuan
ajaran dana punia adalah untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan lahir
batin yang akan mengantar manusia mencapai surga dan bahkan dalam mencapai
Moksa (bersatunya sang Diri dengan Tuhan Yang maha Esa). Mengingat ajaran dana
punia adalah salah satu bagian dari tujuh jenis perwujudan Dharma, maka dalam
hukum Hindu ajaran dana punia ini wajib hukumnya (wajib dilaksanakan oleh
setiap umat Hindu).
Dalam kenyataannya dilapangan harus diakui secara jujur, bahwa penerapan dana punia dalam masyarakat masih belum sebenar-benarnya menyentuh ke-pemaknaan dana punia. Kita begitu sempit memaknakan dana punya yang sebenarnya memiliki makna yang sangat luas. Pernahkah disadari bahwa yang dimaksud dana punia tidak hanya dalam bentuk sumbangan-sumbangan berupa uang yang umum berkembangan dalam masyarakat. Bahkan ada bagian masyarakat yang menyempitkan lagi tidak semua yang berbau sumbangan adalah bentuknya dana punia. Bagaimana kita akan menempatkan ajaran dana punia itu sebagai ajaran yang dapat menyucikan diri sementara dari mengertikannya saja kita harus persempit. Pernahkah terbersit dalam pikiran kita membayar uang kuliah,, membayar pajak, membayar parkir, dll adalah bagian dari bentuk dana punia. Keputusan Sabda Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor; 01/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/2002, Tentang Dana Punia antara lain bahwa:
Dalam kenyataannya dilapangan harus diakui secara jujur, bahwa penerapan dana punia dalam masyarakat masih belum sebenar-benarnya menyentuh ke-pemaknaan dana punia. Kita begitu sempit memaknakan dana punya yang sebenarnya memiliki makna yang sangat luas. Pernahkah disadari bahwa yang dimaksud dana punia tidak hanya dalam bentuk sumbangan-sumbangan berupa uang yang umum berkembangan dalam masyarakat. Bahkan ada bagian masyarakat yang menyempitkan lagi tidak semua yang berbau sumbangan adalah bentuknya dana punia. Bagaimana kita akan menempatkan ajaran dana punia itu sebagai ajaran yang dapat menyucikan diri sementara dari mengertikannya saja kita harus persempit. Pernahkah terbersit dalam pikiran kita membayar uang kuliah,, membayar pajak, membayar parkir, dll adalah bagian dari bentuk dana punia. Keputusan Sabda Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia dalam Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor; 01/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/2002, Tentang Dana Punia antara lain bahwa:
1.
Dana Punia merupakan salah satu ajaran agama Hindu yang mesti ditaati oleh
seluruh umat Hindu sebagai suatu kewajiban suci.
2. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk memasyarakatkan Bhisama tentang Dana Punia.
3. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk menyelenggarakan kegiatan pengumpulan dana punia dilingkungan umat Hindu dan simpatisan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Merencanakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan secara efektif dan efisien
b. Menyelenggarakan sistem manajemen pengelolaan yang sehat, transparan dan accountable
c. Melaksanakan pelaporan secara periodik kepada Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia dan mempublikasikan kepada umat Hindu Indonesia.
2. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk memasyarakatkan Bhisama tentang Dana Punia.
3. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk menyelenggarakan kegiatan pengumpulan dana punia dilingkungan umat Hindu dan simpatisan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Merencanakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan secara efektif dan efisien
b. Menyelenggarakan sistem manajemen pengelolaan yang sehat, transparan dan accountable
c. Melaksanakan pelaporan secara periodik kepada Pesamuhan Agung Parisada Hindu Dharma Indonesia dan mempublikasikan kepada umat Hindu Indonesia.
Beberapa
sumber yang menyangkut ajaran Dana Punya khususnya yang terdapat dalam
kitab-kitab suci agama Hindu diantaranya;
Rgveda I.15.8. ; “Semoga kita dapat mengabdikan diri kita menjadi instrument Tuhan Yang Maha Esa dan dapat membagikan keberuntungan kita kepada orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan”
Rgveda I.15.9 ; “Hendaknya mereka memperoleh kekayaan dengan kejujuran dan dapat memberikan kekayaannya itu dengan kemurahan jati, mereka tentunya akan dihargai oleh masyarakat. Semogalah mereka tekun bekerja dan meyakini kerja itu sebagai bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa”
Rgveda I.125.5.; “Orang yang bijak yang suka berderma memancarkan cahaya kesucian dan memperoleh kekuasaan-Nya”
Rgveda I.125.6.; “Tuhan Yang Maha Esa menurunkan anugrah yang mengagumkan kepada orang yang pemurah, suka berdana punya yang dilandasi dengan ketulusan hati. Mereka memperoleh keabadian, rahmat-Nya, kejayaan dan panjang usia”.
Rgveda I.125.7.; “Semogalah kebaikan bagi penyembah yang tulus tidak pernah menderita. Hari-harinya penuh dengan kegembiraan, kesedihan tidak akan pernah menyentuh mereka. Seseorang yang suka menderma dan senantiasa jujur tidak akan pernah menyesal dan putus asa”.
Rgveda V.34.7.; “Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan orang-orang yang tamak dan menganugerahkannya kepada orang-orang yang dermawan”
Rgveda V.42.9.; “Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitarnya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang”
Rgveda X.107.2 ; “Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di sorga. Orang yang tidak picik yang mendermakan kuda, memperoleh tempat di alam Surya”
Manavadharmasastra IV.33.; “Bagi mereka yang berumah tangga, bila mampu hendaknya berdana punya kepada mereka yang tidak memasak makanan dan mahluk lain yang memerlukan”.
Manavadharmasastra IV.193.; “Walaupun harta itu diperoleh sesuai menurut hukum (dharma) tetapi bila tidak didanakan (disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam kebawah neraka’.
Manavadharmasastra IV.226.; “Hendaknya tidak jemu-jemunya ia berdana punya dengan memberikan hartanya dan mempersembahkan sesajen dengan penuh keyakinan. Memperoleh harta dengan cara yang benar dan didermakan akan memperoleh tempat yang tertinggi (moksa)”.
Manavadharmasastra IV.229.; “Ia yang berderma air akan memperoleh kepuasan, berderma makanan akan memperoleh pahala kenikmatan, yang berderma biji-bijian akan memperoleh keturunan dan yang berderma ilmu akan memperoleh pengetahuan yang sempurna”.
Manavadharmasastra IV.230.; “Yang berderma tanah akan memperoleh dunia yang layak baginya, berderma emas akan memperoleh umur panjang, berderma rumah akan memperoleh karunia yang agung, berderma perak akan memperoleh keindahan”.
Manavadharmasastra IV.231.; “ Yang berderma pakaian akan memperoleh tempat yang layak di alam bulan, Yang berderma kuda akan mendapatkan tempat dalam alam dewa Asvina, yang berderma lembu akan memperoleh keberuntungan/kebaikan, yang berderma sapi akan mendapatkan tempat di alam Suryaloka”.
Manavadharmasastra IV.234. “ Karena dengan maksud apapun seseorang itu berdana punya, dengan maksud yang sama-sama pula ia akan menerima nantinya dalam kelahiran berikutnya dengan penghormatan yang menyertai dana punya itu”. Manavadharmasastra IV.235.; “Ia yang dengan hormat menerima pemberian dana punya dan ia yang dengan tulus memberikannya, keduanya mencapai sorga dan apabila pemberian dan penerimaannya tidak dilakukan dengan tulus, ia akan masuk neraka”.
Sarasamuscaya 262 “Demikianlah keadaannya maka dibagi tigalah hasil usaha itu yang satu bagian untuk mewujudkan Dharma, bagian yang kedua adalah untuk memenuhi kama (dinikmati), dan bagian yang ketiga diperuntukan untuk mengembangkan modal usaha dalam bidan artha agar berkembang kembali. Demikianlah hendaknya hasil usaha itu dibagi tiga oleh orang yang ingin memperoleh kebahagiaan”.
Sarasamuscaya 263; “Bila harta benda itu didasari atas landasan Dharma dalam mendapatkannya, maka laba/keuntungan yang diperoleh akan memberikan kenikmatan/kebahagiaan, tapi jika harta benda itu diperoleh dengan ajaran Adharma, maka hasil yang diperoleh sesungguhnya akan merupakan noda terhadap harta benda itu. Maka itulah oleh orang yang berbudi utama janganlah bertindak menyalahi Dharma jika dalam berusaha menuntut sesuatu”.
Bhagavadgita XVIII.5.; “Seseorang jangan pernah berhenti melaksanakan yajna, tapa dan dana, karena ketiganya akan menyucikan seseorang”.
Fenomena Dana Punya Dalam Agama Hindu
Dalam kehidupan bermasyarakat masalah dana punya sudah tidak asing bagi kita. Setiap ada kegiatan, baik yang berbau adat maupun kelompok-kelompok tertentu khususnya yang menyangkut pembangunan fisik selalu diikuti dengan dana punya dengan berbagai bentuk. Saat ini mulai kegiatan yang paling kecil sampai kegiatan yang sangat besar tidak bisa lepas dari dana punia. Memang dana punia selalu sejalan dengan berbagai macam kegiatan, khususnya yang menyangkut pengumpulan dana. Sampai-sampai ada wacana yang menjadi kebiasaan bahwa setiap akan melakukan suatu kegiatan, untuk pengumpulan dananya salah satu medianya adalah dalam bentuk dana punia.
Ada masyarakat yang masih memandang dana punia hanya sebatas upaya untuk mengumpulkan dana yang digunakan untuk meringankan suatu beban biaya atas sesuatu yang akan dikerjakan dalam masyarakat tersebut. Mereka hampir tidak pernah menghubungkan pemahaman dana punia dengan suatu kewajiban yang terkait dengan hukum agama, dan mereka sama sekali belum bisa melihat dengan jelas benang merahnya bila dikaitkan dengan hukum-hukum agama Hindu. Yang lebih ekstrim mereka memojokan umat yang menjalankan kewajibannya dengan istilah peminta-minta. Sehingga dengan demikian berkembang fenomena bahwa untuk melakukan dana punia kesannya boleh-boleh saja. Malah sebagian lainnya berpendapat bahwa dana punia tidak penting dan tidak memberikan manfaat apa-apa. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran yang sesungguhnya Dalam kaca mata spiritual bila kita melihat ada fenomena masyarakat seperti itu bahwa itulah gambaran bentuk “kebodohan” (awidya).
Ada sebagian kelompok masyarakat tertentu justru bisa hidup dan mengeruk keuntungan pribadi dari berkreatifitas dalam memanfaatkan pola dana punia. Dampaknya akan sangat sering terjadi tumpang tindih antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam berlomba-lomba melakukan kreatifitas untuk melakukan upaya-upaya dalam bentuk dana punya yang dikaitkan dengan berbagai alasan. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai upaya dan berbagai bentuk diantaranya ada yang secara resmi minta sumbangan baik sumbangan langsung maupun dengan kompensasi hadiah-hadiah, ada pula yang secara tidak resmi, yaitu dengan mendatangi rumah-rumah dengan membawa suatu proposal tertentu untuk bisa mendapatkan bantuan dana.
Fenomena-fenomena seperti ini tentunya harus diwaspadai dampaknya kepada masyarakat khususnya umat Hindu. Karena itulah implementasi keputusan Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Pusat tahun 2002 yang salah satu keputusannya menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk; Merencanakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan secara efektif dan efisien, Menyelenggarakan sistem manajemen pengelolaan yang sehat, transparan dan accountable dan Melaksanakan pelaporan dalam penyelenggarakan kegiatan pengumpulan Dana Punia dilingkungan umat Hindu dan simpatisan. Sudah sampai dimana penerapan dari keputusan Sabha Pandita tersebut tentunya akan lebih baik semua pihak termasuk dari kalangan perguruan tinggi yang harus lebih cermat dalam melakukan kontrol ke bawah agar apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi seperti Parisada tidak hanya dalam bentuk wacana saja.
Sebagai cerminan dalam memahami kebenaran agama maka ada baiknya kita bersama-sama memahami beberapa Sloka/ayat dalam kitab suci agama Hindu yang sangat penting dicermati antara lain dalam Rgveda V.34.7.,V.42.9.,X.117.4. menyatakan bahwa “Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan orang-orang yang tamak dan menganugerahkannya kepada orang-orang yang dermawan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitarnya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang. Ia yang hanya mementingkan diri dan menikmati makanan untuk dirinya sendiri dan menolak memberikan kepada orang-orang yang miskin dan sangat kelaparan sesungguhnya tidaklah pantas dijadikan sahabat.” Sedangkan dalam Manavadharmasastra IV.193. menyatakan; “Walaupun harta itu diperoleh sesuai menurut hukum (dharma) tetapi bila tidak didanakan (disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam kebawah neraka’.
Sebagaimana kami sebutkan diatas bahwa ajaran dana punia ditegakan sebagai salah satu tuntunan agama Hindu dalam menegakan Dharma. Melihat dari pengertian dana punia yang pada dasarnya adalah pemberian atas dasar tulus, dan dengan ketulusan itulah tersirat adanya salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma. Ketulusan bisa juga berarti ketidak terpaksaan, keikhlasan, tanpa pamrih, sama-sama merasakan kegunaan/kemanfaatan, berpengertian dan lain-lain yang pada dasarnya kita melakukan sesuatu (pemberian) dalam kesadaran, sehingga dengan demikian bila kita melakukan sesuatu dengan ketulusan sesungguhnya didalamnya kita sudah mengerti apa yang kita lakukan, bertanggung jawab atas apapun yang terjadi dengan apa yang kita lakukan, tidak pernah mempersoalkan hal-hal yang menyangkut akibat/dampak dari sesuatu setelah kita melakukan, kita juga tahu dan bisa merasakan kegunaan/manfaat dari setelah kita melakukan sesuatu itu. Hal- hal seperti itulah yang mendasari bentuk dana punia tersebut.
Rgveda I.15.8. ; “Semoga kita dapat mengabdikan diri kita menjadi instrument Tuhan Yang Maha Esa dan dapat membagikan keberuntungan kita kepada orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan”
Rgveda I.15.9 ; “Hendaknya mereka memperoleh kekayaan dengan kejujuran dan dapat memberikan kekayaannya itu dengan kemurahan jati, mereka tentunya akan dihargai oleh masyarakat. Semogalah mereka tekun bekerja dan meyakini kerja itu sebagai bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa”
Rgveda I.125.5.; “Orang yang bijak yang suka berderma memancarkan cahaya kesucian dan memperoleh kekuasaan-Nya”
Rgveda I.125.6.; “Tuhan Yang Maha Esa menurunkan anugrah yang mengagumkan kepada orang yang pemurah, suka berdana punya yang dilandasi dengan ketulusan hati. Mereka memperoleh keabadian, rahmat-Nya, kejayaan dan panjang usia”.
Rgveda I.125.7.; “Semogalah kebaikan bagi penyembah yang tulus tidak pernah menderita. Hari-harinya penuh dengan kegembiraan, kesedihan tidak akan pernah menyentuh mereka. Seseorang yang suka menderma dan senantiasa jujur tidak akan pernah menyesal dan putus asa”.
Rgveda V.34.7.; “Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan orang-orang yang tamak dan menganugerahkannya kepada orang-orang yang dermawan”
Rgveda V.42.9.; “Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitarnya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang”
Rgveda X.107.2 ; “Orang-orang yang dermawan menghuni tempat yang tinggi di sorga. Orang yang tidak picik yang mendermakan kuda, memperoleh tempat di alam Surya”
Manavadharmasastra IV.33.; “Bagi mereka yang berumah tangga, bila mampu hendaknya berdana punya kepada mereka yang tidak memasak makanan dan mahluk lain yang memerlukan”.
Manavadharmasastra IV.193.; “Walaupun harta itu diperoleh sesuai menurut hukum (dharma) tetapi bila tidak didanakan (disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam kebawah neraka’.
Manavadharmasastra IV.226.; “Hendaknya tidak jemu-jemunya ia berdana punya dengan memberikan hartanya dan mempersembahkan sesajen dengan penuh keyakinan. Memperoleh harta dengan cara yang benar dan didermakan akan memperoleh tempat yang tertinggi (moksa)”.
Manavadharmasastra IV.229.; “Ia yang berderma air akan memperoleh kepuasan, berderma makanan akan memperoleh pahala kenikmatan, yang berderma biji-bijian akan memperoleh keturunan dan yang berderma ilmu akan memperoleh pengetahuan yang sempurna”.
Manavadharmasastra IV.230.; “Yang berderma tanah akan memperoleh dunia yang layak baginya, berderma emas akan memperoleh umur panjang, berderma rumah akan memperoleh karunia yang agung, berderma perak akan memperoleh keindahan”.
Manavadharmasastra IV.231.; “ Yang berderma pakaian akan memperoleh tempat yang layak di alam bulan, Yang berderma kuda akan mendapatkan tempat dalam alam dewa Asvina, yang berderma lembu akan memperoleh keberuntungan/kebaikan, yang berderma sapi akan mendapatkan tempat di alam Suryaloka”.
Manavadharmasastra IV.234. “ Karena dengan maksud apapun seseorang itu berdana punya, dengan maksud yang sama-sama pula ia akan menerima nantinya dalam kelahiran berikutnya dengan penghormatan yang menyertai dana punya itu”. Manavadharmasastra IV.235.; “Ia yang dengan hormat menerima pemberian dana punya dan ia yang dengan tulus memberikannya, keduanya mencapai sorga dan apabila pemberian dan penerimaannya tidak dilakukan dengan tulus, ia akan masuk neraka”.
Sarasamuscaya 262 “Demikianlah keadaannya maka dibagi tigalah hasil usaha itu yang satu bagian untuk mewujudkan Dharma, bagian yang kedua adalah untuk memenuhi kama (dinikmati), dan bagian yang ketiga diperuntukan untuk mengembangkan modal usaha dalam bidan artha agar berkembang kembali. Demikianlah hendaknya hasil usaha itu dibagi tiga oleh orang yang ingin memperoleh kebahagiaan”.
Sarasamuscaya 263; “Bila harta benda itu didasari atas landasan Dharma dalam mendapatkannya, maka laba/keuntungan yang diperoleh akan memberikan kenikmatan/kebahagiaan, tapi jika harta benda itu diperoleh dengan ajaran Adharma, maka hasil yang diperoleh sesungguhnya akan merupakan noda terhadap harta benda itu. Maka itulah oleh orang yang berbudi utama janganlah bertindak menyalahi Dharma jika dalam berusaha menuntut sesuatu”.
Bhagavadgita XVIII.5.; “Seseorang jangan pernah berhenti melaksanakan yajna, tapa dan dana, karena ketiganya akan menyucikan seseorang”.
Fenomena Dana Punya Dalam Agama Hindu
Dalam kehidupan bermasyarakat masalah dana punya sudah tidak asing bagi kita. Setiap ada kegiatan, baik yang berbau adat maupun kelompok-kelompok tertentu khususnya yang menyangkut pembangunan fisik selalu diikuti dengan dana punya dengan berbagai bentuk. Saat ini mulai kegiatan yang paling kecil sampai kegiatan yang sangat besar tidak bisa lepas dari dana punia. Memang dana punia selalu sejalan dengan berbagai macam kegiatan, khususnya yang menyangkut pengumpulan dana. Sampai-sampai ada wacana yang menjadi kebiasaan bahwa setiap akan melakukan suatu kegiatan, untuk pengumpulan dananya salah satu medianya adalah dalam bentuk dana punia.
Ada masyarakat yang masih memandang dana punia hanya sebatas upaya untuk mengumpulkan dana yang digunakan untuk meringankan suatu beban biaya atas sesuatu yang akan dikerjakan dalam masyarakat tersebut. Mereka hampir tidak pernah menghubungkan pemahaman dana punia dengan suatu kewajiban yang terkait dengan hukum agama, dan mereka sama sekali belum bisa melihat dengan jelas benang merahnya bila dikaitkan dengan hukum-hukum agama Hindu. Yang lebih ekstrim mereka memojokan umat yang menjalankan kewajibannya dengan istilah peminta-minta. Sehingga dengan demikian berkembang fenomena bahwa untuk melakukan dana punia kesannya boleh-boleh saja. Malah sebagian lainnya berpendapat bahwa dana punia tidak penting dan tidak memberikan manfaat apa-apa. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran yang sesungguhnya Dalam kaca mata spiritual bila kita melihat ada fenomena masyarakat seperti itu bahwa itulah gambaran bentuk “kebodohan” (awidya).
Ada sebagian kelompok masyarakat tertentu justru bisa hidup dan mengeruk keuntungan pribadi dari berkreatifitas dalam memanfaatkan pola dana punia. Dampaknya akan sangat sering terjadi tumpang tindih antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam berlomba-lomba melakukan kreatifitas untuk melakukan upaya-upaya dalam bentuk dana punya yang dikaitkan dengan berbagai alasan. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan dengan berbagai upaya dan berbagai bentuk diantaranya ada yang secara resmi minta sumbangan baik sumbangan langsung maupun dengan kompensasi hadiah-hadiah, ada pula yang secara tidak resmi, yaitu dengan mendatangi rumah-rumah dengan membawa suatu proposal tertentu untuk bisa mendapatkan bantuan dana.
Fenomena-fenomena seperti ini tentunya harus diwaspadai dampaknya kepada masyarakat khususnya umat Hindu. Karena itulah implementasi keputusan Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Pusat tahun 2002 yang salah satu keputusannya menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk; Merencanakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan secara efektif dan efisien, Menyelenggarakan sistem manajemen pengelolaan yang sehat, transparan dan accountable dan Melaksanakan pelaporan dalam penyelenggarakan kegiatan pengumpulan Dana Punia dilingkungan umat Hindu dan simpatisan. Sudah sampai dimana penerapan dari keputusan Sabha Pandita tersebut tentunya akan lebih baik semua pihak termasuk dari kalangan perguruan tinggi yang harus lebih cermat dalam melakukan kontrol ke bawah agar apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi seperti Parisada tidak hanya dalam bentuk wacana saja.
Sebagai cerminan dalam memahami kebenaran agama maka ada baiknya kita bersama-sama memahami beberapa Sloka/ayat dalam kitab suci agama Hindu yang sangat penting dicermati antara lain dalam Rgveda V.34.7.,V.42.9.,X.117.4. menyatakan bahwa “Tuhan Yang Maha Esa tidak akan memberikan anugrah kepada orang-orang yang memperoleh kekayaan dengan tidak jujur. Demikian pula yang tidak mendermakan sebagian miliknya kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan orang-orang yang tamak dan menganugerahkannya kepada orang-orang yang dermawan. Tuhan Yang Maha Esa akan mengambil kekayaan mereka yang suka memeras bawahan dan orang-orang disekitarnya. Demikian pula mereka yang tidak membagikan kekayaannya kepada pekerja-pekerja yang ulet membanting tulang. Ia yang hanya mementingkan diri dan menikmati makanan untuk dirinya sendiri dan menolak memberikan kepada orang-orang yang miskin dan sangat kelaparan sesungguhnya tidaklah pantas dijadikan sahabat.” Sedangkan dalam Manavadharmasastra IV.193. menyatakan; “Walaupun harta itu diperoleh sesuai menurut hukum (dharma) tetapi bila tidak didanakan (disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam kebawah neraka’.
Sebagaimana kami sebutkan diatas bahwa ajaran dana punia ditegakan sebagai salah satu tuntunan agama Hindu dalam menegakan Dharma. Melihat dari pengertian dana punia yang pada dasarnya adalah pemberian atas dasar tulus, dan dengan ketulusan itulah tersirat adanya salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma. Ketulusan bisa juga berarti ketidak terpaksaan, keikhlasan, tanpa pamrih, sama-sama merasakan kegunaan/kemanfaatan, berpengertian dan lain-lain yang pada dasarnya kita melakukan sesuatu (pemberian) dalam kesadaran, sehingga dengan demikian bila kita melakukan sesuatu dengan ketulusan sesungguhnya didalamnya kita sudah mengerti apa yang kita lakukan, bertanggung jawab atas apapun yang terjadi dengan apa yang kita lakukan, tidak pernah mempersoalkan hal-hal yang menyangkut akibat/dampak dari sesuatu setelah kita melakukan, kita juga tahu dan bisa merasakan kegunaan/manfaat dari setelah kita melakukan sesuatu itu. Hal- hal seperti itulah yang mendasari bentuk dana punia tersebut.
1.2.3 Drs. Gusti Ketut Widana
(agamawan PHDI)
Mengatakan,
sesungguhnya konsep medana punia sudah mengakar di dalam masyarakat. Kehadiran
Bhisama Dana Punia ini sebagai bentuk penegasan kembali bahwa dana punia itu
memang sudah ada dalam kitab suci. Selama ini dalam konteks vertikal hubungan umat dengan Hyang Widhi, gerakan dana
punia umat Hindu, khususnya di Bali tidak usah diragukan lagi. Sementara dalam
hubungan horizontal, masih belum demikian terpanggil karena ada keragu-raguan
mengenai pengelolaannya. Hal itu muncul karena ada kekhawatiran dana punia
tersebut tidak sampai pada yang berhak menerima, alias nyangkut di mana-mana.
Bhisama itu bentuk penegasan kembali secara formal, tetapi implementasinya
sudah ada sejak lama. Cuma, jalur lalu lintas dana punia masih berskala lokal,
kata pengurus Yayasan Swadharma Indonesia ini. Dikatakan, dana punia selama ini
lebih dipahami sebagai bentuk sumbangan yang tulus ikhlas berupa arta. Padahal
sesungguhnya dana punia itu mencakup hal yang lebih luas. Bisa berupa bantuan
tenaga, pikiran, doa dan sebangsanya. Agar Bhisama Dana Punia itu bisa
terimplementasi dengan baik, Parisada sudah seharusnya membuat jaringan hingga
pada tingkat terbawah. Lembaga tradisional seperti desa adat atau banjar adat,
masih sangat dipercaya oleh umat. Karena itu sosialisasi bhisama ini mesti
melibatkan desa adat. Membangkitkan kesadaran berdana punia bisa melalui
lembaga seperti desa adat. Sementara untuk menumbuhkan kepercayaan umat
memerlukan waktu yang cukup. Dalam kondisi dualisme Parisada di Bali seperti
sekarang, umat akan sulit berdana punia. Dalam Bhisama Dana Punia disebutkan,
ajaran dana punia juga terkandung dalam Sastra Hindu. Dalam kitab suci Weda dan
Sastra Hindu terkandung ajaran-ajaran di antaranya: "Semoga kita dapat
mengabdikan diri kita menjadi instrumen Tuhan Yang Maha Esa dan dapat
membagikan keberuntungan kita kepada orang-orang miskin dan mereka yang
membutuhkan" (Rgveda I.15.8). "Hendaknya mereka memperoleh kekayaan
dengan kejujuran dan dapat memberikan kekayaannya itu dengan kemurahan hati,
mereka tentunya akan dihargai oleh masyarakat. Semogalah mereka tekun bekerja
dan meyakini kerja itu sebagai bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa" (Rgveda
I.15.9). "Orang yang bijak yang suka berderma memancarkan cahaya kesucian
dan memperoleh kekuasaan-Nya" (Rgveda I.125.5). "Tuhan Yang Maha Esa
menurunkan anugerah yang mengagumkan kepada orang yang pemurah, suka berdana
punia yang dilandasi dengan ketulusan hati. Mereka memperoleh keabadian,
rakhmat-Nya kejayaan dan panjang usia" (Rgveda I.125.6). "Hendaknya
kekayaan dan keberuntungan dapat didermakan kepada orang-orang miskin dan
benar-benar memerlukan. Hendaknya mereka dapat memandang jalan kehidupan yang
benar. Roda kereta pembawa kekayaan tidak pernah berhenti. Kekayaan berlimpah
satu hari dan bertambah terus pada hari-hari selanjutnya. Hendaknya tiap orang
sadar untuk menolong orang setiap hari" (Rgveda X.117.5).
"Berdermalah untuk tujuan yang baik dan jadikanlah kekayaanmu bermanfaat.
Kekayaan yang didermakan untuk tujuan luhur tidak pernah hilang. Tuhan Yang
Maha Esa memberikan jauh lebih banyak kepada yang mendermakan kekayaan untuk
kebaikan bersama" (Atharvaveda III.15.6). Sementara dalam kitab suci
Manawadharmasastra, terkandung ajaran dana punia sebagai berikut: "Seorang
kepala keluarga harus memberi makanan sesuai dengan kemampuannya kepada mereka
yang tidak menanak untuk dirinya (yaitu pelajar dan pertapa) dan kepada semua
makhluk. Seseorang hendaknya membagi-bagikan makanan tanpa mengganggu
kepentingannya sendiri (Manavadharmasastra IV.32)
BAB
II
PEMBAHASAN I
2.1 Penjelasan dana punia
2.1.1 Dana punia terdiri
dari dua unsur kata yaitu “dana”, dan “punia”. Dimana Dana berarti suatu
pemberian , sumbangan, dan sedekah sedangkan punia berarti suci, selamat ,baik,
bahagia, dan indah. Jadi dana punia dapat diartikan sebagai
suatu pemberian, sumbangan atau sedekah yang landasi oleh hati yang suci atau
pemberian secara tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau tanpa pamerih. Dana
punia merupakan suatu usaha untuk menjaga kerukunan dan keseimbangan kehidupan
karena pada hakikatnya dana punia merupakan penyaluran sesuatu baik itu berupa
harta benda maupun yang lainnya, dari yang kelebihan menuju yang kekurangan.
Dana punia itu sendiri mempunyai maksud tertentu untuk menumbuhkan moral dan
kesadaran kita masing-masing untuk berdana punia dengan hati yang berdasarkan
rasa tulus ihklas.
2.1.2 Dana punia itu sendiri bukan hanya sebuah
sumbangan materi, tetapi diperbolehkan untuk benda-benda lain, saya berpendapat
seperti itu karena pada kenyataannya itu terjadi dikeluarga saya, pada hari sabtu
kemarin tepatnya hari saraswati dimana dirumah
paman saya sedang diadakannya odalan untuk kepada sesuunan disana, semua orang
berkumpul untuk menghaturkan (dana punia) apa yang meraka ingin haturkan secara
ikhlas, tetapi disini dalam berdana punia tidak sangat menekankan atau memaksa
untuk berdana punia, berdana punia disini tidak hanya berdasarkan materi,
tetapi banyak hal-hal atau benda-benda yang bisa dihaturkan tetapi bukan untuk
Ida Sang Hyang Widhi saja melainkan untuk kerukunan dan keseimbangan kehidupan
kita, terlebih lagi halnya berdana punia untuk orang-orang yang sangat
membutuhkan atau memerlukan bantuan, untuk berdana punia di pelinggih atau pura
(tempat suci) yang sering saya temui atau melihatnya , secara umum masyarakat
di bali berdana punia pada saat odalan-odalan tertentu di pura atau pelinggih
itu sendiri , masyarakat umat hindu menghaturkan canang yang diatasnya berisi
uang atau pun juga sejumlah manisan atau permen tapi biasanya ini dihaturkan kepada
tuhan. Adapun
benda-benda tersebut yang menuju halnya keagaaman yang
contohnya tedung, wastra, dupa, sejumlah canang, atau juga diperlukan oleh
seorang pemangku seperti keleneng ada beberapa orang yang medana punia keleneng
karena rasa syukur mereka ke kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa karena apa yang
mereka inginkan telah tercapai, dan juga rasa terima kasih kepada jero balian
ini menimbulkan adanya kerukunan antar individu yang memerlukan ataupun untuk
keperluan kita sendiri yang contohnya hal yang sering kita temui adalah makanan, minuman beberapa umat hindu
sangat berpatisipasi dalam hal ini karena sebagai umat beragama yang rukun kita
wajib saling berbagi walaupun itu tidak seberapa dibandingkan medana punia
materi itu sendiri, hal yang terpenting medana punia makanan, minuman kita
sangat senang melihat canda tawa, senyum mereka saat bersenda gurau itu yang
tertanda bahwa umat hindu masih sangat kental dengan adanya sifat kerukunan dan
ataupun di banjar seperti hal yang paaling terkecil banyak saya temukan warga
masyarakat banjar yang medana punia selain berupa materi, adapun juga canang, dupa,
jaje, minuman, sekar harum, dan laiinya, sama seperti medana punia di cakupan
yang terkecil. Itu merupakan atau mencermikan umat hindu di bali masih sampai
sekarang menganut kerukunan itu.
PEMBAHASAN II
2.2 Hubungan tat twam asi,tri hita karana dan dana punia
2.2.1 Dasar dana punia ini sendiri, saya ketahui adalah tat twam asi, Tat
Twam Asi yakni engkau adalah aku dan aku adalah engkau, tat twam asi merupakan manusia makhluk sosial yang selalu membutuhkan
orang lain, dalam pengertiannya jika ada seseorang yang miskin dan menderita
adalah juga merupakan penderitaan bagi orang yang tak menderita, maka sangat
dibutuhkan suatu keseimbangan, karena suatu yang seimbang akan bertahan lama
dan kelihatan lebih indah, sehingga tidak mudah melaksanakan perbuatan yang
dapat menyinggung perasaan , dan dapat menyakiti hati orang lain dan pada
akhirnya kemarahan, rasa benci ,iri hati
,dendam berkepanjangan. Dan dengan kita menganggap orang lain adalah diri kita
sendiri, maka sebaliknya kita akan bisa menghargai orang tersebut, dan terjadi
timbal balik orang tersebut akan sangat menghargai kita, contohnya dalam hal
terkecil yang sering saya jumpai di kampus saya, dengan senyuman kita merasa
sangat dihargai, dihormati, dipedulikan, dan sebaliknya kita mendapat senyum
kebahagian keceriian tersebut, dan dengan senang hati kita terima, dengan
secara tidak langsung kita sudah mengamalkan kerukunan yang sangat terkecil
tetapi memberikan kesan yang seterusnya bahkan selamanya, dan yang sangat
penting itu merupakan sifat berdana punia yang tulus ikhlas untuk orang lain ,
dimana kita sendiri yang membuat orang lain tersebut bahagia.
2.2.1 Tri Hita Karana berasal dari kata “tri” yang artinya tiga, dan “hita” yang artinya kebahagian, dan “karana” yang
berarti penyebab dan dengan demikian Tri Hita Karana mempunyai pengertian tiga
penyebab keharmonisan yakni : keharmonisan hubungan antara manusia dengan Hyang
Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), keharmonisan hubungan antara sesama Umat
manusia dan keharmonisan hubungan antara Umat manusia dengan alam lingkungan .
Kedua ajaran tersebut yang menjadi konsep untuk mewujudkan keharmonisan dan
kerukunan bukan hanya diketahui dan dipahami melainkan yang terpenting adalah
diamalkan dengan sebaik mungkin di masyarakat sehingga suasana yang menjadi
dambaan bersama dapat di rasakan. Hubungan dana punia, tat twam asi dan tri
hita karana ini sangatlah erat untuk membentuk suatu kerukunan, keseimbangan
umat hindu di bali, dengan mewujudkan duar dasar kerukunan ini yaitu tat twam
asi dan tri hita karana menjadi hal yang pasti untuk menjadi sebuah pedoman
dalam berdana punia ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan rumusan masalah
3.1.1
Dana punia merupakan suatu
pemberian atau sumbangan yang landasi oleh hati yang suci atau pemberian secara
tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau tanpa pamerih. Ini bisa mewujudkan
kerukunan dan keseimbangan antar umat hindu di bali karena dengan menghaturkan dana punia kita menjadi lebih
mengenal satu sama lain dengan cara berkomunikasi dan memberikan sesuatu yang
dihaturkan untuk pura tersebut atau orang lain yang sangat membutuhkannya. Kerukunan
tersebut sangat diharapakan dan dibutuhkan di kehidupan sekarang untuk menuju
bali yang masih mengingat dan peduli adanya kerukunan umat hindu di bali ini.
Kerukunan dalam dan punia ini lebih ditekankan untuk tenggang rasa atau
mempunyai kemauan sendiri atau individu untuk berniat menghaturkan dana punia
dengan materi atau benda-benda yang ingin di dana puniakan.
3.1.2 Hubungan dana punia ,tat twam asi, dan tri hita karana ini
sangatlah erat karena ini merupakan dasar dari dana punia tat twam asi merupakan manusia makhluk sosial yang selalu membutuhkan dan
ingin mendapat perhatian dari orang lain, tri hita karana merupakan tiga
penyebab keharmonisan yakni : keharmonisan hubungan antara manusia dengan Hyang
Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), keharmonisan hubungan antara sesama Umat
manusia dan keharmonisan hubungan antara Umat manusia dengan alam lingkungan.
Dana punia ini sangatlah perlu dipertimbangkan demi menuju bali yang rukun dan
harmonis.
3.2
Saran
Hendaknya dana punia wajib
dilakukan tetapi dalam hal tidak memaksa semua orang untuk berdana punia. Walaupun
dari hal yang terkecil seperti sesari itu wajib dikembangkan, dan ingat berdana
punia bukanlah hanya sesari (materi) saja menghaturkan dana punia diperboleh
makanan atau sejenis barang yang di gunakan atau dibutuhkan untuk pura dan atau
diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Dan terapkankanlah dana punia
itu sejak sedini mungkin , demi bali yang rukun , harmonis dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar